Apa yg kurasa antara hidup enggan matipun tak mau. Diposisi serba tak adil menurutku. Tapi ya inilah takdir. Aku hanya ingin berkembang sesuai diriku. Bahkan semua ku usahakan, meski orang lain pun tak pernah tau apa maksud dan tujuanku.
Meski aku tetap berkembang, tapi tak pernah sedikitpun aku melupakan tanggung jawabku sebagai anak dirumah. Orang tuaku adalah prioritasku. Aku belum menikah, ya belum. Masih belum mau. Karena aku masih ingin belajar, belajar segala hal. Termasuk belajar tentang rumah tangga itu sendiri. Pernah sekali terfikirkan untuk segera menikah, namun niat itu ku urungkan kembali. Mengingat calon yg kudamba2kan selama ini, banyak ketidakcocokan sifat dan pemikiran. Sudah kucoba memberi pengertian padanya pula ttg hal ini. Namun dia tak pernah mau mengerti. Dibenaknya hanya ada kesenangan saja setelah menikah. Padahal menikah bukan hanya untuk bersenang2 dengan pasangan, namun ada tanggung jawab besar disitu. Membangun rumah tangga tidak bisa dihitung dalam waktu harian, namun bertahun2 kita harus terbelenggu dalam naungan rumah tangga. Dan tujuan berrumah tangga haruslah jelas, mau dibawa kemana, dan semua target2nya harus terpenuhi. Ini butuh komunikasi dan kerja sama dari kedua pihak.
Hari ini kudengar bisikan2 ibu pada kakakku. Bisikan yang mungkin bagi aku adalah hal yg biasa, namun sangatlah mengherankan. Yah, beliau tak sengaja mengatakan: Aku diberi uang 200, dan... Sekilas suara itu menghilang tatkala aku datang. Sepertinya tanggung jawabku tidak hanya berhenti disini. Aku butuh mencarikan dana untuk ibu, meskipun aku tak bahagia dengan diriku, setidaknya aku akan semaksimal mungkin untuk membahagiakan orang tuaku. Targetku sekarang bukan lagi aku atau bahagiaku. Namun aku ingin memberikan sumbangsihku pada kedua orang tuaku. Meski dikata ini sangat terlambat. Setidaknya tujuanku ttp mereka.
Masih teringat dibenakku tatkala bertahun2 yg lalu:
1) Kamu kok gendut, emg ada yg mau sama kamu. Kata2 ini masih teringat sampai sekarang. Akupun sekarang menjalani program diet, bukan buat orang lain atau karena kata2 orang lain. Akan tetapi hanya semata-mata untuk kebaikan ku sendiri. Bukan pula untuk mengejar jodohku. Bukan. Sama sekali bukan. Aku hanya butuh bebas se bebas2nya untuk diriku. Bukan orang lain.
2) Udah tua ya kita, kamu gak punya teman kan. Seketika aku nangis tak karuan. Padahal tak pernah sedikitpun aku menyenggol urusan dia, kenapa dia sebegitu sadisnya mengatakan seperti itu padaku. Padahal aku masih punya teman. Ya meskipun sedikit. Namun aku yakin, lebih baik memiliki teman yang sedikit namun bermanfaat, dari pada teman yang banyak namun arogan semua.
3) Kamu udah 24 tahun, pacarmu siapa? kok gak nyari pacar dll. Tatkala umurku mncapai 25 aku mencoba menemukan sosok laki-laki yg aku tak tahu dia siapa, keluarganya bagaimana, yg kufikirkan hanya yaudah nikah aja kok repot. Tp ternyata aku salah. Bukan seperti itu cara menjemput jodoh. Dan sekarang aku putuskan untuk tak berhubungan lagi dengannya. Dan mungkin sampai kapanpun tak akan lagi mencari jodohku. Tak mau hal ini terulang lagi lagi dan lagi. Cukup sekali saja membuat kesalahan, selanjutnya tak perlu lagi.
4) Cuma ngelesi aja, biar dia bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. Perkataan itu mungkin saja membuat aku geram seketika. Namun aku urungkan. Karena aku tahu, tidak semua orang paham bagaimana alur hidup kita. Ya ku akui, aku bukan orang yang dewasa untuk memikirkan masa depanku sendiri. Tapi aku diserahi tugas bertubi2 tatkala aku blm siap untuk memikulnya. Ya begitulah hidup. Siap tak siap harus siap.