LAPORAN KUNJUNGAN
DI MUSEUM RONGGOWARSITO
SEMARANG
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam
dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu
: M. Rikza Chamami, M.SI
Oleh:
WAHYU
WINDARTI
NIM.
133511038
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
LAPORAN
KUNJUNGAN
DI
MUSEUM RONGGOWARSITO SEMARANG
I.
PENDAHULUAN
Museum
Ronggowarsito merupakan sebuah aset pelayanan publik di bidang pelestarian
budaya, wahana pendidikan dan rekreasi. Museum yang berlokasi di Kota Semarang,
Jawa Tengah ini dirintis oleh Proyek Rehabilitasi dan Permuseuman Jawa Tengah
pada tahun 1975 dan resmi buka oleh Prof. Dr. Fuad Hasan pada tanggal 5 Juli
1975.
Nama
Ronggowarsito dipakai sebagai nama museum karena merupakan pujangga yang
fenomenal di Keraton Surakarta dan karya sastranya mengandung nasehat-nasehat
dan petunjuk-petunjuk bagi bangsa Indonesia yang sifatnya membangun dan
mendidik menuju pada kemuliaan, kesejahteraan, kejayaan, dan kebahagiaan bangsa
Indonesia seluruhnya.
Koleksi-koleksi
dari museum Ronggowarsito berjumlah 59.802 buah yang terbagi dalam 10 jenis,
yaitu: geologi, biologika, arkeologi, historika, filologi,
numismatic/heraldika, kramologika, teknologika, ethnografika, dan seni rupa.
Dalam laporan ini penulis akan memaparkan
beberapa koleksi yang ada di museum Ronggowarsito yang terkait dengan adanya
nilai budaya Islam dan Jawa dalam koleksi tersebut
II.
HASIL PENGAMATAN
Museum Ronggowarsito menyimpan koleksi-koleksi peninggalan dalam
hal budaya Jawa, diantaranya adalah koleksi miniatur Masjid Agung Demak,
miniatur Menara Kudus, Wayang Kulit, Bedug dan Kentongan juga Gamelan Jawa. Peninggalan-peninggalan
tersebut ternyata menyimpan sejarah yakni adanya pola interelasi dalam budaya Jawa
dan Islam. Keduanya berakulturasi dengan membentuk suatu kebudayaan baru yang
tidak mempengaruhi keyakinan Islam dalam hal ritual ibadah.
A.
Masjid
Agung Demak
Masjid Agung Demak adalah salah satu mesjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini terletak di desa Kauman, Kabupaten
Demak, Jawa
Tengah. Masjid ini dipercayai pernah
menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden
Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan
Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Raden Patah bersama Wali Songo
mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira
Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri
atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan
bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini
diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini
didirikan pada tanggal 1 Shofar.
Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan
induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari
tiang utama tersebut konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga
dinamai saka tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Sedangkan
atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit.
Atap limas masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan Iman, Islam, dan Ihsan.
Di masjid ini juga terdapat Pintu Bledeg, pintu yang konon diyakini
mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Wali,
mengandung candra sengkala, yang dapat dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna
tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Dalam hal ini terlihat pada atap masjid yang bertumpuk 3 lapis
menggambarkan seperti bangunan pada zaman Hindu-Budha di Indonesia. Namun
dengan adanya interelasi dengan Islam di Jawa, maka atap bertumpuk 3 lapis
tidak lagi hanya bermakana bangunan Hindu Budha melainkan berubah makna menjadi
Iman, Islam dan Ihsan.
B.
Menara
Kudus
Masjid Menara Kudus (disebut juga dengan Masjid Al Aqsa dan
Masjid Al Manar) adalah sebuah mesjid yang dibangun oleh Sunan
Kudus pada tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu Baitul
Maqdis dari Palestina sebagai batu pertamanya. Masjid ini terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Mesjid ini berbentuk unik, karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak lepas dari peran Sunan
Kudus sebagai pendiri dan pemrakarsa.
Sebagaimana para Walisongo
yang lainnya, Sunan Kudus memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di
antaranya, dia mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dengan
mayoritas beragama Hindu dan Budha. Pencampuran budaya Hindu dan Budha dalam dakwah yang dilakukan Sunan Kudus, salah satunya dapat terlihat pada Menara
Masjid Kudus ini.
Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian
dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring
bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya
berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan
kembang. Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan
kesenian Hindu Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian yaitu kaki, badan, dan puncak
bangunan.
Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi
Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan
material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi
tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk
suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug. Pada bagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas
merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu.
C.
Wayang
Dalam pertunjukan wayang, kehadiran Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong
selalu dinanti-nanti para penonton. Keempatnya merupakan karakter khas dalam
wayang Jawa (Punakawan). Pendekatan ajaran Islam dalam kesenian wayang juga
tampak dari nama-nama tokoh punakawan. Barang kali tak banyak orang yang tahu
kalau nama-nama tokoh pewayangan, seperti Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong
sebenarnya berasal dari bahasa Arab.
Ada yang menyebutkan, Semar berasal dari kata Sammir yang artinya siap
sedia. Namun, ada pula yang meyakini bahwa kata Semar berasal dari bahasa arab
Ismar. Tokoh semar selalu tampil sebagai pengokoh (paku) terhadap semua
kebenaran yang ada, ia selalu tampil sebagai penasihat.
Sosok wayang kedua adalah Gareng. Nama Gareng berasal dari kata Khair yang
bermakna kebaikan atau kebagusan.
Wayang yang ketiga adalah Petruk. Petruk berasal dari kata Fatruk yang
berarti meninggalkan. Ada yang berpendapat kata petruk diadaptasi dari kata
Fatruk kata pangkal dari sebuah wejangan (petuah) tasawuf, " Fat-ruk
kulla maa siwallaahi" (tinggalkan semua apapun yang selain Allah).
Sedangkan Tokoh Bagong diyakini berasal dari kata Bagho yang artinya
kejelekan. pendapat lain menyebutkan Bagong berasal dari kata Baghaa yang
berarti berontak, yakni berontak terhadap kebatilan dan keangkaramurkaan.
Jika Punakawan ini disusun secara berurutan Semar, Gareng, Petruk, Bagong
secara harfiah bermkna " Berangkatkan menuju kebaikan, maka kamu akan
meninggalkan kejelekan".
Dalam hal ini pola interelasi antara budaya Jawa dengan Islam terlihat
dengan adanya makna Islam dibalik nama tokoh pewayangan.
D.
Bedug
dan Kentongan
Bedug dan kentongan merupakan dua benda yang tidak terpisahkan.
Pasalnya kedua benda inilah yang kemudian membawa dampak baru dalam interelasi budaya
Jawa dan Islam.
Kentongan sudah lama dimanfaatkan masyarakat Jawa khususnya di
daerah pedesaan. Kentongan biasanya digunakan untuk memberi tanda sesuatu hal
telah terjadi, misalnya ada kematian, hajatan, bahkan ada pencuri masuk di desa
itu pun ditandai dengan adanya suara kentongan yang dipukul.
Bedug terkait dengan masa prasejarah Indonesia di mana nenek moyang
kita sudah mengenal nekara dan moko, sejenis genderang dari perunggu yang
dipakai dalam minta hujan. Kata Bedug juga sudah disinggung dalam Kidung Malat,
sebuah karya sastra dari abad ke 14-16 Masehi. Dalam Kidung Malat dijelaskan
bahwa bedug dibedakan antara bedug besar (teg-teg) dengan bedug ukuran
biasa. Bedug pada masa itu berfungsi sebagai alat komunikasi dan penanda adanya
perang, bencana alam atau hal mendesak lainnya. Dibunyikan pula untuk menandai
tibanya waktu. Maka ada istilah Jawa yang mengatakan, “Wis wanci keteg.”
(sudah waktu siang). Kata ”keteg” diambil dari saat teg-teg
dibunyikan.
Seiring perkembangan zaman, bedug dan kentongan berubah fungsi, yaitu untuk
pertanda bahwa waktu sholat fardhu telah tiba sebelum adzan dikumandangkan.
Bedug sendiri terbuat dari kulit sapi ataupun kambing yang sudah dikeringkan
lalu, dipasang pada kayu yang sudah berbentuk tabung tanpa alas,tutup serta
isi. Sedangkan Kentongan terbuat dari kayu yang dilubangi memanjang sehingga
menimbulkan bunyi yang khas. Bunyi dari kedua benda itu
mempunyai makna tersendiri. Bunyi kentongan yg berbunyi “tong...tong..tong” memiliki arti kalau masjid ijeh kotong kata orang jawa yang artinya masjid masih
kosong. Sedangkan bunyi bedug yang berbunyi “deng...deng..deng” memiliki arti bahwa masjid ijeh sedeng kata orang jawa yang artinya masjid masih muat.
Maka dari itu bedug dan kentongan dijadikan sebagai pembuka sebelum adzan
karena bunyi dari kedua benda tersebut berisi ajakan untuk mengisi masjid yang
masih kosong dan masih muat untuk beribadah. Dalam hal ini adanya unsur budaya
Jawa dalam kedua benda tersebut, kemudian berakulturasi dengan Islam
terbentuklah suatu kebudayaan baru dimana kedua benda tersebut menjadi alat
komunikasi pertanda masuknya waktu shalat fardhu bagi umat Islam.
E.
Gamelan
dan Tembang Macapat
Secara etimologi Gamelan berasal dari istilah Bahasa Jawa yakni “Gamel”
yang berarti Menabuh/Memukul, dan akhiran “An” yang menjadikannya kata
benda, jadi Gamelan bisa diartikan memukul/ menabuh benda.
Gamelan Jawa adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan
metalofon, gambang, gendang, dan gong. Musik yang tercipta pada Gamelan Jawa
berasal dari paduan bunyi gong, kenong dan alat musik Jawa lainnya. Irama musik
umumnya lembut dan mencerminkan keselarasan hidup, sebagaimana prinsip hidup
yang dianut pada umumnya oleh masyarakat Jawa.
Dalam memainkan Gamelan Jawa tentu tidak lepas dari lirik
lagu yang akan ditampilkan. Dalam pertunjukkan Gamelan Jawa, selalu diikuti
oleh tembang (dalam Bahasa Jawa) yang artinya lagu. Lagu dalam hal ini
tentunya lagu dalam lantunan Bahasa Jawa yang sering disebut Macapat. Tembang-tembang
Macapat berisi tentang ajaran-ajaran hidup bagi masyarakat Jawa.
Menurut sejarah tembang ini sampai sekarang masih dilestarikan oleh
masyarakat Jawa, namun isi dari lagu sudah terinterelasi dengan nilai-nilai Islam,
seperti anjuran untuk ibadah lima waktu, tidak boleh mencuri, dan masih banyak
lagi. Hal ini menunjukkan bahwa Gamelan dan lagu macapat menjadi
salah satu bentuk interelasi antara budaya Jawa dan Islam.
III.
KESIMPULAN
Interelasi antara budaya Jawa dan Islam terlihat pada lima aspek
pada koleksi di museum Ronggowarsito Semarang. Diantaranya adalah miniatur
Masjid Demak, miniatur Menara Kudus, Wayang, Bedug dan Kentongan, juga pada Gamelan
sekaligus Tembang Macapat. Interelasi ini terjadi karena adanya unsur budaya
Jawa yang melebur berakulturasi dengan kebudayaan Islam, sehingga dari kelima
aspek peninggalan tersebut dapat menjadi media dalam penyebaran Islam di
wilayah Jawa.
IV.
SARAN
Demikian apa yang dapat disajikan oleh
penulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Tentu
laporan yang singkat ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan laporan ini dan
yang selanjutnya. Terimakasih.
V.
LAMPIRAN
A.
Dokumentasi
Miniatur Masjid Agung Demak
B.
Dokumentasi
Miniatur Menara Kudus
C.
Dokumentasi
Wayang
D.
Dokumentasi
Bedug dan Kentongan
E.
Dokumentasi
Gamelan
0 komentar:
Posting Komentar
-Silakan Tinggalkan Komentar Anda-