MAKALAH INTERELASI BUDAYA JAWA DAN ISLAM



INTERRELASI BUDAYA JAWA DAN ISLAM DALAM ASPEK SASTRA DAN PEWAYANGAN


MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, MSI.


Oleh:
1.        Qurrotul Aini                       (133511019)
2.        Laelatus Sa’adah                 (133511034)
3.        Wahyu Windarti                  (133511038)
4.        Ria Dhotul Liana                 (133511039)
5.        Anilta Rosihatul Ulum         (133511042)


FAKULTAS  ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kebudayaan yang berkembang di Jawa sangatlah beragam, hal itu tidak lepas dari pengaruh agama-agama yang masuk ke Indonesia pada abad pertengahan, yaitu Hindu, Budha dan Islam. Jika dilihat dari keberhasilan asimilasi budaya yang terjadi, Islam dipandang jauh lebih sukses berasimilasi dari pada Hindu dan Budha yang masuk lebih awal. Hal itu karena cara mereka yang lebih halus dalam menyebarkan agama sekaligus Islam tidak mengenal kasta.
Sarana penyebarannya pun mengikuti budaya dan tradisi yang telah berakar pada masyarakat Jawa tanpa harus menghilangkan nilai-nilai keIslamannya yang kental. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam bidang kesenian, kekentalan pengajaran moral Islam yang disisipkan dengan halus dalam tembang macapat, tembang-tembang dolanan dan bahkan dalam kesenian wayang. Interelasi nilai Jawa dan Islam dalam aspek wayang merupakan salah satu bagian khas dari proses perkembangan budaya di Jawa.
Melihat permasalahan tersebut penulis dalam makalah ini akan memaparkan mengenai interrelasi Islam dan budaya Jawa dalam aspek sastra dan pewayangan.

B.       Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian dan jenis-jenis sastra?
2.        Bagaimana gambaran karya sastra di Jawa?
3.        Bagaimana interelasi Islam dan Jawa dalam aspek sastra?
4.        Bagaimana sejarah pewayangan di Jawa?
5.        Apa jenis dan unsur yang terkandung dalam pertunjukan wayang?
6.        Bagaimana interrelasi Islam dan Jawa dalam aspek pewayangan?


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian dan Jenis Sastra
1.        Pengertian sastra
Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta. Akar katanya cas yang berarti memberi petunjuk, mengarahkan, mengajar. Akhiran tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Oleh karena itu, sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata sastra dituliskan sebagai bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai di dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Kesustraan, karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lainnya memiliki ciri-ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan didalam isi dan ungkapannya, ragam sastra yang dikenal umum ialah roman atau novel, cerita pendek, drama, epic, lirik. Kitab suci (Hindu), kitab (ilmu pengetahuan). Pustaka; kitab primbon (berisi ramalan). Dan tulisan atau huruf.
Menurut Abdul Rozak Zaidan, Anita K Rustapa dan Haniah memuat kata sastra secara umum diartikan tulisan dalam arti yang luas. Umumnya sastra berupa teks rekaan baik puisi maupun prosa yang nilainya tergantung pada kedalaman pikiran  dan ekspresi jiwa. Menurut Panuti Sudjiman menuliskan bahwa sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya.
2.        Ciri-ciri sastra
a.         Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi. Sastra terutama merupakan suatu luapan emosi yang spontan.
b.        Sastra bersifat otonom, tidak mengacu kepada suatu yang lain.Sastra tidak bersifat komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselarasan di dalam karyanya sendiri.
c.         Karya sastra yang otonom itu bercirikan koherensi.
d.        Sastra menghidangkan sebuah antithesis antara hal-hal yang bertentangan.
e.         Sastra mengungkapkan yang tak terungkapkan. Oleh puisi dan bentuk-bentuk sastra lainnya ditimbulkan aneka macam asosiasi dan kondisi.
3.        Jenis-jenis Sastra
a.         Puisi
Puisi berasal dari bahas Yunani yang juga bahasa latin poites (latin poeta). Mula-mula artinya pembangun, pembentuk, pembuat. Asal katanya poieo atau poio atau poeo yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Arti mula-mula itu lama-kelamaan semakin dipersempit menjadi hasil seni sastra, yang kata-katanya disusun menurut irama, sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), puisi dimaknai sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama,matra, rima, serta penyusunan.
b.        Cerita Rakyat
Cerita Rakyat merupakan salah satu cerita rekaan atau fiksi yang sudah tua usianya.[1] Contoh cerita Panji adalah cerita hasil sastra Jawa yang sangat digemari oleh orang Indonesia, terutama orang Jawa dan Bali.Cerita ini berisi pengembaraan dan peperangan.
c.         Drama
Karya sastra yang berbentuk drama ditentukan dengan adanya dialog antar tokoh dan dapat dinikmati melalui sebuah pementasan.[2]

B.       Gambaran  Karya Sastra di Jawa
Sejarah sastra tulis Jawa berawal pada tahun 856 dengan teks puisi tertua yang dilestarikan dalam bahasa Jawa (Kuno). Teks tersebut terdiri atas 29 bait dalam berbagai mantra, dipahat diatas batu sebesar 112 x 50 cm, yang tersimpan di Museum Pusat di Jakarta. Meskipun di Jawa terpelihara beberapa teks puisi paling tua, semuanya tersusun dalam bahasa Sanskerta, yaitu bahasa kesastraan India Kuno. Matra Puisi yang merupakan unsur bentuk penting dalam teks tahun 856, seperti juga tulisannya dan tulisan prasasti tua lainnya berasal dari India. Dengan pertimbangan itu, kesimpulannya kesustraan Jawa tertua merupakan hasil masyarakat yang mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan India.
Bukti tertua dari pengaruh kebudayaan India di Jawa adalah sejumlah prasasti dari abad ke-5 yang ditemukan didaerah Bogor, Jawa Barat. Di situ disebutkan nama seorang Raja Purnawarman, yang berkuasa dinegeri Tarumanegara, yang diumpamakan sebagai dewa Hindu Wisnu.

C.      Interrelasi Islam dan Budaya Jawa dalam Aspek Sastra
Ketika para pedagang Islam masuk tanah Jawa, dan para ulama juga mampu masuk kekawasan kraton-kraton Surakarta dan Yogyakarta, bahkan juga semasa Mataram Baru dibawah Sultan Agung atau zaman Kerajaan Pajang dan Demak, maka proses penjadian karya sastra Jawa pun berlangsung. Para pujangga Jawa, Jasadipura, Pakubuwana III, IV, dan V, atau Mangkunegara, mereka melakukan proses transformasi Jawa-Hindu-Budha-Islam kedalam sastra Jawa.[3] Salah satu jenis sastranya yaitu puisi.
Bentuk puisi yang dipakai dalam membuat karya-karya sastra para pujangga kraton Surakarta adalah puisi Jawa yang memiliki metrum Islam, yaitu Mijil, Kinanthi, Pucung, Sinom, Asmaradana, Dhandhanggula, Pangkur, Maskumambang, Durma, Gatruh, dan Megatruh. Tembang-tembang macapat yang berbentuk puisi Jawa itu mengandung nilai sastra. Alasannya puisi pada hakikatnya adalah karya sastra, dan bersifat imajinatif. Maksud dari keterkaitan antara Islam dengan karya-karya sastra Jawa adalah keterkaitan yang sifatnya imperatif moral. Artinya, keterkaitan itu menunjukkan warna keseluruhan atau corak yang mendominasi karya-karya sastra tersebut.[4]
Dengan unsur-unsur keislaman yang terdapat dalam literatur-literatur Arab atau Arab Kejawen (pegon) kemudian diubah ke dalam bahasa dan sastra Jawa serta dipadukan dengan alam pikiran Jawa. Perpaduan antara unsur-unsur Islam dan Jawa itu membuahkan karya-karya baru. Masa ini ditandai dengan terbitnya karangan-karangan baru dalam kesusastraan Jawa baru. Oleh karena itu, sistem yang ditempuh oleh keluarga-keluarga istana Surakarta dan calon pujangga kesusastraan Jawa baru biasanya melalui pesantren dan mempelajari kitab-kitab kesusastraan Jawa lama.[5]
           
D.      Sejarah Pewayangan
Menurut Robert Von Helne Geldern dan K. A. H. Hiding wayang sebagaimana yang dikenal sekarang ini merupakan sebuah warisan budaya nenek moyang yang sangat tua, yang diperkirakan telah ada kurang lebih 3.500 tahun yang lalu.
Wayang adalah sebuah wira carita yang pada intinya mengisahkan kepahlawanan para tokoh yang berwatak baik menghadapi dan menumpas tokoh yang berbuat jahat. Wayang yang telah melewati berbagai peristiwa sejarah dari generasi ke generasi menunjukkan betapa budaya pewayangan telah melekat dan menjadi bagian hidup bangsa Indonesia khususnya di Jawa. Usia yang demikian panjang, kenyataannya sampai sekarang masih digemari banyak orang, ini menunjukkan bahwa wayang mempunyai nilai tinggi dan sangat berarti bagi kehidupan masyarakat. Wayang yang cerita pokoknya bersumber dari buku Ramayana dan Mahabarata ini berasal dari India.
Pada perkembangannya, wayang berulang kali mengalami perubahan, diantara periodisasinya adalah:
1.        Zaman Prasejarah
Pertunjukkan wayang pada zaman ini semula digunakan untuk memuja arwah-arwah nenek moyang. Bentuknya dari kulit yang menyerupai arwah nenek moyang dan lakon yang dimainkan tentang kepahlawanan dan petualangan nenek moyang, di pentaskan malam hari di tempat keramat dengan menggunakan Bahasa Jawa murni.
2.        Zaman Mataram Kuno
Fungsi wayang kuno bertambah dari fungsi magik dengan fungsi alat pendidikan dan komunikasi. Sumber ceritanya atau lakon ceritanya dari kitap Ramayana dan Mahabarata yang diberi sifat lokal (mereka menganggap para dewa atau pahlawan sejajar dengan nenek moyang mereka).
3.        Zaman Jawa Timur
Pertunjukkan wayang pada zaman ini sudah mencapai bentuk yang sempurna, sehingga dapat mengharukan hati penonton.Bahasa yang dipakai adalah bahasa jawa kuno dengan kata-kata sangsekerta.
4.        Zaman kedatangan Islam
Sejak masuknya Islam maka sarana kegiatan Budaya Jawa berupa wayang dianyam secara canggih untuk memasukkan ajaran Islam dengan kata lain digunakan sebagai media dakwah. Cerita yang diambil dari cerita-cerita babad yakni mencampur adukkan cerita Ramayana dengan ajaran-ajaran Islam. Babad berupa prosa (gancaran) yang berisi riwayat dan sejarah seperti Babad Tanah Jawi, Babad Demak dan lain-lain.[6]

E.       Jenis dan Unsur dalam Pertunjukan Wayang
1.        Jenis-jenis Wayang
Di Indonesia terdapat puluhan jenis wayang yang tersebar di Pulau Jawa, Bali, Lombok, Kalimantan, Sumatra dan lainnya. Baik yang masih terkenal maupun yang hampir atau yang sudah punah dan hanya dikenal dalam kepustakaan atau di museum-museum. Menjelang akhir abad yang lalu, seorang berkebangsaan Belanda yang menjadi Direktur Museum Etnografi di Leiden, yaitu Pro. Dr. L Serrurier, mengadakan penelitian angket tentang jenis-jenis wayang yang ada di Pulau Jawa.[7] Jenis-jenis wayang tersebut diantaranya yaitu Wayang Beber, Wayang Gedog, Wayang Golek, Wayang Jemblung, Wayang Kalithik (Klithik), Wayang Karucil, Wayang Wong dan masih banyak lagi.
a.         Wayang Beber
Wayang ini tidak memperlihatkan tokoh cerita satu per satu, melainkan pergelarannya berupa lembaran kain yang dilukisi dengan gambar-gambar berupa jalannya cerita atau adegan-adegan. Dalang menceritakan apa yang menjadi inti cerita untuk setiap lembarnya.
b.        Wayang Gedhok
Jenis wayang ini berupa boneka-boneka wayang yang terbuat dari kulit, tipis, dan juga ditatah.
c.         Wayang Golek
Jenis wayang yang wujudnya berupa boneka terbuat dari kayu dalam bentuk 3 dimensi. Wayang ini menjadi tradisi seni jawa barat.
d.        Wayang Jemblung
Wayang Wong adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Diciptakan oleh sultan hamangkutat 1 pada tahun 1731. Pementasan tersebut diperankan oleh orang yang berpakaian seperti wayang.
e.         Wayang Klithik
Wayang ini terbuat dari kayu pipih dan ada yang terbuat dari kulit. Ceritanya mengambil cerita menak.
f.         Wayang Karucil
Wayang ini terbuat dari kulit dan berkembang menggunakan bahan kayu pipih (berdimensi 2) yang kemudian dikenal dengan Wayang Klithik.
g.        Wayang Wong
Wayang Wong adalah Wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Diciptakan oleh sultan hamangkutat 1 pada tahun 1731. Pementasan tersebut diperankan oleh orang yang berpakaian seperti wayang.
2.        Unsur-unsur dalam pertunjukan wayang
Adapun beberapa unsur pelaksana dan alat dalam pertunjukan wayang yaitu:
a.         Dalang
Dalang adalah seniman utama dalam pertunjukkan wayang. Ia melaksanakan tugas untuk menjalankan skenario atau lakon dalam pewayangan.
b.        Niyaga
Niyaga atau wiyaga adalah sebutan bagi para penabuh gamelan yang mengiringi pertunjukkan wayang.
c.         Pesinden
Pesinden adalah seniwati yang mengiringi suara gamelan pada pagelaran wayang.
d.        Panggung
Panggung dan kelir adalah layar yang ada didepan dalang yang lebarnya sekitar 160 cm.
e.         Debog
Debog adalah pohon pisang dibawah kelir yang direntang secara horizontal dan dipakai untuk menancapkan wayang
f.         Blencong
Blencong adalah nama bagi lampu minyak kelapa yang digunakan dalam pertunjukkan wayang
g.        Kotak
Kotak adalah peti wayang yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk menyimpan berbagai peralatan, misalnya: wayang, kelir, cempala, kepyak, dan lainnya.
h.        Cempala
Cempala adalah sebuah alat yang terbuat dari kayu yang bentuknya silindris, yang digunakan untuk mengetuk kotak yang ada disamping dalang
i.          Kepyak
Kepyak adalah alat yang fungsinya hampir sama dengan cempala tetapi tempatnya sudah menempel pada kotak.
j.          Gamelan
Gamelan adalah alat musik tradisional yang digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang.[8]
Wayang sebagai pertunjukan merupakan ungkapan dan peragaan pengalaman religius yang merangkum bahwa wayang dan pewayangan mengandung filsafat yang dalam dan dapat memberi peluang untuk melakukan filsafati dan mistis sekaligus.[9]

F.       Interrelasi Islam dan Budaya Jawa dalam Aspek Pewayangan
Interrelasi nilai Islam dan Budaya Jawa dalam aspek wayang merupakan salah satu bagian yang khas dari proses perkembangan Budaya Jawa. Wayang merupakan suatu prodak budaya manusia yang didalamnya tekandung seni estetis. Wayang berfungsi sebagai tontonan dan tuntunan kehidupan.
Bicara tentang esensi Budaya Jawa dapat dirumuskan dalam satu kata wayang. Jadi mempelajari dan memahami wayang merupakan syarat yang tan keno ora atau condotio sine quanon untuk menyelami Budaya Jawa. Baik etos Jawa maupun pandangan hidup di Jawa, tergambar dan tersalin dalam wayang.
Antara wayang dan Budaya Jawa ibarat sekeping uang logam yang tak terpisahkan. Karena bagi masyarakat Jawa wayang tidak hanya sekedar hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan maupun media dakwah.
Wayang mengandung makna lebih jauh dan mendalam karena mengungkapkan gambaran hidup semesta (wewayange urip). Wayang dapat memberikan gambaran lakon kehidupan umat manusia dengan segala masalahnya. Dalam dunia pewayangan tersimpan nilai-nilai pandangan hidup Jawa dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan dalam kehidupan. Upaya untuk mencapai titik temu antara Budaya Jawa dan Islam, yaitu singkatan sengkalan (sangkakala) tanda zaman, yakni sirno/ilang kertaning bumi yang dibaca terbalik yakni 1400 S atau 1478S.
Itulah saat terjadinya peralihan kerajaan Majapahit ke kerajaan Demak, yang menurut mitos ditandai dengan hilangnya  sabda palon. Mitos itu sesungguhnya mengandung makna simbolik perihal wawasan kosmologis. Sabdo diartikan kata dan palon  diartikan wilayah. Sehingga sabdo palon diartikan konsep tentang ruang dan waktu. Perubahan Majapahit ke Demak membawa implikasi baru yang lebih luas melalui Hindu menuju Islam. Jimat kalimasada yang berasal dari kata kali maha sada ditransformasikan menjadi kalimat syahadat atau tradisi sekaten yang berasal dari kata Nyi sekati diubah menjadi syahadataen. Sedangkan nilai-nilai spirit Islam dapat di lihat dari dua hal yaitu: simbolisme dalam wayang kulit dan tokoh-tokoh dalam wayang kulit.[10]
Kita semua mengetahui, bahwa bagi masyarakat Jawa, wayang tidaklah hanya sekedar tontonan, tetapi juga tuntunan. Wayang bukan sekedar sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai media komunikasi, media penyuluhan dan media pendidikan. Oleh karena itu, melihat pertunjukan wayang ataupun sekedar mendengarkan kaset rekaman wayang, tidak pernah membosankan meskipun cerita atu lakonnya hanya itu-itu saja.[11]
Wayang mengajarkan filsafat laku yang bersumber dari rasa dan hati nurani manusia yang paling dalam, sehingga ruang humanisme semakin terbuka di dalamnya, manusia diupayakan untuk mencintai seluruh makhluk yang ada di atas bumi ini. Karena manusia menjadi seorang pengelola di atas bumi ini yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan semua dengan baik.[12] Wayang sekarang tidak hanya milik orang Jawa, namun sudah menjadi kebanggan bangsa Indonesia. Untuk itu, kita patut menjaga dan melestarikannya.


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi. Sastra terutama merupakan suatu luapan emosi yang spontan.Karya sastra ada puisi,cerita rakyat dan drama. Bentuk puisi yang dipakai dalam membuat karya-karya sastra para pujangga kraton Surakarta adalah puisi Jawa yang memiliki metrum Islam, yaitu Mijil, Kinanthi, Pucung, Sinom, Asmaradana, Dhandhanggula, Pangkur, Maskumambang, Durma, Gatruh, dan Megatruh.
Istilah wayang menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya, yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya) biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang. Jenis-jenis wayang tersebut yaitu wayang beber, wayang gedog, wayang golek, wayang jemblung, wayang kalithik (klithik), wayang karucil, dan wayang wong. Interrelasi nilai dan islam dalam aspek wayang merupakan salah satu bagian yang khas dari proses perkembangan budaya Jawa. Wayang merupakan suatu prodak budaya manusia yang didalamnya tekandung seni estetis. Wayang berfungsi sebagai tontonan dan tuntunan kehidaupan.

B.       SARAN
Dengan adanya makalah tentang interelasi islam dan jawa dalam aspek sastra dan pewayangan, diharapkan pembaca dapat mengetahui proses penyebaran islam dijawa dengan sastra dan pertunjukan wayang. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Amrin Ra’uf, Jagad Wayang, Jogjakarta: Garailmu, 2010.
Antilan Purba, Sastra Indonesia, Semarang: Graha Ilmu, 2010.
Budiono Herusatoto, Mitolog Jawa, Depok: Oncor Semesta Ilmu, 2012.
Darori Amin, dkk, Islam dan Budaya Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000.
Dhanu Priyo Ptrabowo, Pengaruh Islam Dalam Karya-Karya R.Ng. Ranggawarsita, Yogyakarta: NARASI, 2003.
Heniy Astiyanto, Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal, Yogyakarta: Warta Pusaka, 2006.
Liaw Yock Fang, Sejarah  Kesustraan Melayu Sastra, Jakarta: Erlangga, 1991.
Linux Suryadi, Dari Pujangga ke Penulis Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Pandam Guritno, Wayang Kebudayaan Indonesia Dan Pancasila, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1988.
Sujamto, Wayang dan Budaya Jawa, Semarang; Dahara Prize, 1992.
Tim Pangripta Basa Jawa, Kawruh Basa Jawa, Surakarta: Setiaki, 1999.

BIODATA PENULIS

1.        Nama            : Qurrotul Aini
NIM             : 133511019
Alamat          : Mojorejo, Jelok, Cepogo, Boyolali
TTL              : Boyolali, 25 januari 1995
No.Hp          : 085728739667
Email            : qurrotulaini681@gmail.com
Pendidikan   :
SD    :MI Paesan
SMP  : MTs Negeri Cepogo
SMA : MAN 1 Boyolali
PT     : Pendidikan Matematika - UIN Walisongo Semarang

2.        Nama            : Laelatus Sa’adah
NIM             : 133511036
Alamat          : Karas, Sedan, Rembang
TTL              : Rembang, 15 Nopember 1994
No.Hp          : 087832702446
Email            : lailassaadaah@gmail.com
Pendidikan   :
SD    : SD N 1 Karas
SMP  : SMP 1 Sedan                     
SMA : MA Riadhotuttolabah Sedan
PT     : Pendidikan Matematika - UIN Walisongo Semarang

3.        Nama            : Wahyu Windarti
NIM             : 133511038
Alamat         : JL. Segaran II No.12 RT.003 RW.004 Kel. Tambak Aji, Kec. Ngaliyan, Kota Semarang
TTL              : Semarang, 21 Juni 1995

No.Hp          : 085640190952
Email            : wahyu.windarti@ymail.com
Pendidikan   :
SD       : SD Negeri Purwoyoso 01 Semarang
SMP    : SMP Negeri 18 Semarang
SMA   : SMA Negeri 8 Semarang
PT       : Pendidikan Matematika - UIN Walisongo Semarang

4.        Nama            : Ria Dhotul Liana
NIM             : 133511039
Alamat          : Villa Ngaliyan Permai V/F3
TTL              : Grobogan, 18 Mei 1996
No.Hp          : 085713648628
Email            : riadhotulliana@gmail.com
Pendidikan   :
SD       : SD Negeri 02 Ngambakrejo
SMP    : MTs Miratul Muimien
SMA   : MA YASPIA Ngroto, Gubug
PT       : Pendidikan Matematika - UIN Walisongo Semarang

5.        Nama            : Anilta Rosihatul Ulum
NIM             : 133511042
Alamat          : Meteseh RT 01/06 Tembalang Semarang
TTL              : Semarang, 31 Juli 1994
No.Hp          : 089669036603
Email            : aniltatadrismtk@gmail.com
Pendidikan   :
SD       : MI Nashrul Fajar Semarang
SMP    : MTs Negeri 1 Semarang
SMA   : MA Negeri 1 Semarang
PT       : Pendidikan Matematika - UIN Walisongo Semarang


[1] Antilan Purba, Sastra Indonesia, Semarang: Graha Ilmu, 2010, hlm. 1-49.
[2] Liaw Yock Fang, Sejarah  Kesustraan Melayu Sastra, Jakarta: Erlangga, 1991, hlm. 117.
[3] Linux Suryadi, Dari Pujangga ke Penulis Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, hlm. 9.
[4] Darori Amin, dkk, Islam dan Budaya Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm. 150-151.
[5] Dhanu Priyo Ptrabowo, Pengaruh Islam Dalam Karya-Karya R.Ng. Ranggawarsita, Yogyakarta: NARASI, 2003, hlm. 6.
[6] Budiono Herusatoto, Mitolog Jawa, Depok: Oncor Semesta Ilmu, 2012, hlm. 5.
[7] Pandam Guritno, Wayang Kebudayaan Indonesia Dan Pancasila, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia: 1988, hlm. 12.

[8] Tim Pangripta Basa Jawa, Kawruh Basa Jawa, Surakarta: Setiaki, 1999, hlm. 64.
[9] Heniy Astiyanto, Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal, Yogyakarta: Warta Pusaka, 2006, hlm. 364.
[10] Darori Amin, dkk, Islam dan Budaya Jawa,  hlm. 173.
[11] Sujamto, Wayang dan Budaya Jawa, Semarang; Dahara Prize, 1992, hlm. 26-27.
[12] Amrin Ra’uf, Jagad Wayang, Jogjakarta: Garailmu, 2010, hlm. 78.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

-Silakan Tinggalkan Komentar Anda-